-->

Aliran Kalam dalam Islam




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang 


Yang melatar belakangi munculnya ilmu kalam ini, tidak lepas dari sejarah yang panjang. Yang mana pada waktu itu terjadi pembunuhan terhadap Khalifah ‘Usman bin Affan. Sebagai mana yang dipaparkan, “kemunculan persoalan kalam dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Usman bin Affwan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang siffin yang berakhir dengan keputusan tahkim (arbitrase). Dalam tahkim ini ada perpecahan di tubuh tentara Ali bin Abi Thalib, ada yang mnerimanya dan ada pula yang menolaknya. Dan yang menolak tahkim ini berpendapat bahwa, persoalan yang terjadi saat itu tidak dapat diputuskan melalui tahkim. Menurut mereka putusan hanya dating dari Allah dengan kembali pada hukum-hukun yang ada dalam Al-Quran, tidak ada hukum selain dari hukum Allah. 
Dan menjadi semboyan meraka. “Akibatnya dari peristiwa tahkim ini, selain timbulnya perpecahan dalam tubuh umat Islam kedalam golongan-golongan, juga menimbulkan aliran-aliran dalam teologi dalam islam. Maka perlu kiranya sebuah pembahasan tentang aliran aliran tersebut.

B.    Rumusan Masalah 

1.    Bagaimana sejarah Munculnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam ?
2.    Bagaimana Sejarah aliran aliran dalam islam?
3.    Apa ajaran masing- masing aliran?


C.    Tujuan 


1.    Mengetahui sejarah Munculnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam
2.    Mengetahui sejarah aliran aliran 
3.    Mengetahui Ajaran masing- masing aliran 
4.    Memenuhui tugas PAI




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Munculnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam

Sejarah menginformasikan, bahwa peristiwa wafat Nabi Saw. adalah merupakan titik awal munculnya perbedaan pendapat yang cukup tajam di kalangan umat Islam. Sehingga membawa pengaruh terhadap corak pemikiran umat Islam pada fase-fase sejarah berikutnya. Timbulnya silang pendapat tersebut bermula dari munculnya persoalan baru di sekitar masalah siapa yang bakal menggantikan Nabi saw., sebagai pemimpin kaum muslimin (Khalifah). 
Dari peristiwa ini  timbullah perdebatan yang bernuansa politik, yang oleh Harun Nasution menggambarkan bahwa sesungguhnya persoalan yang pertama-tama timbul di kalangan umat Islam bukanlah persoalan keyakinan melainkan persoalan politik.  Dari persoalan politik ini kemudian berkembang menjadi isu akidah yang cukup serius yang berekses kepada terpilah-pilahnya umat Islam kedalam beberapa aliran teologi.
Dengan berlalunya masa, munculah peristiwa dalam sejarah apa yang di sebut dengan “peristiwa Ali ra. Kontra Utsman ra. “ dimana timbul perdebatan sengit diantara umat Islam untuk mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah. Persoalan pertama yang di perselisihkan adalah tentang  “Imamah “. Golongan Syiah memonopoli bahwa, soal imamah  harus di serahkan kepada Ali ra. Dan para keturunannya. Sedangkan kaum Khawarij dan Mu’tazilah menganggap bahwa orang yang berhak memangku jabatan imamah ialah orang yang terbaik dan paling cakap, meskipun ia seorang budak belian atau bukan orang Arab ( Quraisy ). 
Terjadinya peristiwa terbunuhnya Utsman ra. (l7 Juni 656 M) oleh pemberontak dari Mesir, adalah merupakan titik kedua munculnya persoalan baru yang semakin melebar. Dari persoalan siapa benar dan siapa salah, kemudian berkembang menjadi persoalan tentang “dosa besar“,dari persoalan dosa besar akhirnya meningkat menjadi perselisihan soal “iman “, yakni siapa kafir, siapan mukmin, dan siapa fasik serta dimana kedudukan mereka nanti di akhirat kelak dan sebagainya.
Bermula dari persoalan “iman” inilah yang melatar belakangi lakhirnya beberapa aliran besar dalam teologi Islam : yakni disamping Syi’ah, Khawarij dan Mu’tazilah, muncul kemudian al-Asy’ariyah, al-Maturidiyah, Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah, Qadariyah, Jabariyah, Murjiah, Salaf, Wahabiyah dan lain sebagainya.
Sesungguhnya corak perbedaan pendapat dikalangan aliran teologi dalam Islam adalah lebih dikarenakan adanya empat pokok persoalan besar, diantaranya :Perdebatan tentang adanya sifat-sifat Tuhan, Qadar dan Keadilan Tuhan, janji dan ancaman Tuhan, serta soal sama’ dan akal (apakah kebaikan dan keburukan itu hanya  bisa diterima dari syara’ atau dapat ditemukan oleh akal pikiran ). 

B.    Aliran Dalam Ilmu Kalam

1.    Aliran Syi’ah 
Menurut team guru bina PAI Maradasah aliyah (Akik Pusaka-18), menyatakan Syi’ah adlah golongan yang menyanjung dan memuji Saiyidina Ali bin Abi talib sacara berlebihan. Karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti nabi Muhammad SAW, bedasrkan Wwasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah ,sedangkan khalifah seperti Abu bakar, umar dan Usman bin affan dinggap sebagai penggasap atau permpas Khilafah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mulai timbulnya fitnah dikalangan umat islam biang keladinya adalah Abdullah bin Saba’, seorang yahuda yang pura pura masuk islam. Fitnah tersebut cukup berhasil dengan terpecahnya persatuan ummat, dan timbulah Syi’ah dan firqoh.

Sebenarnya syi’ah bermula dari perjuangan politik yaitu Khilafah, Kemudian berkembang menjadi aliran. Adpun dasar pokok Syi’ah adalah tentang Khalifah, atau sebagaimana  meraka menamakanya Imam.Maka Sayyidina Ali adalah imam menurut urutan dari mereka. Beriman kepada imam dan patuh kepadanya merupakan sabagian dari iman. 
Adapun menurut golongan Syi’ah iman itu mempunai pengertian lain, dia adalah gru yang paling besar. Imam yang pertama telah mewarisi macam macam ilmu Nabi . Imam bukan manusia biasa tetapi manusia luar biasa, karena dia maksum dari berbuat salah. Hal itu didasarkan:
    Apbila imam berbuat salah maka membutuhkan imam lain untuk memberi petunjuk 
    Imam itu pemelihara Syari’ah , oleh karena imam harus maksum maka kalau tidak demikian maka niscaya membutuhkan imam yang lain.
aliran cabang  Syi’ah telah sirna dengan bergulirnya masa kecuali tiga aliran yang hingga sekarang masih memiliki pengikut yang tidak sedikit. Tiga aliran Syi’ah tersebut adalah Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah dan Syi’ah Imamiah Itsna ‘Asyariyah.


2.    Aliran Khawarij.    
Adapun yang dimaksud dalam terminologi khawarij adalah satu sekte pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketiaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37 H /648 M, dengan kelompok bughat ( pemberontak ) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. 
Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar Karen Ali merupakan khalifah yang sah yang telah di bai’at meyoritas umat islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali  menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hamper di raih itu menjadi raib. 
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai ( hakam ) nya, tetapi orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwaAbdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri . Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengusulkan Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. 
Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan “ Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah”. Imam Ali menjawab ”Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan keliru”. Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawarij disebut juga  dengan imam Huruirah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah(penjual) yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah (2):207 dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara selain Allah). 
    Diantara Doktrin-doktrin dari segi teologi yang dikembangkan oleh khawarij:
a)    Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Yang sangat anarkis ( kacau ) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula
b)    Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb ( negara musuh) , sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam ( negara islam).
c)     Seseorang harus menghindari pimpinan yang menyeleweng.
d)    Adanya wa’ad dan wa’id ( orang yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).
3.    Aliran Qadariyah
secara terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.  
    Ajaran aliran Qadariyah
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya. 
1.    Aliran Murjiah 
Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan. Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.


    Ajaran Aliran Murjiah



1.    Pengakuan iman islam cukup didalam hatinya saja dan tidak dituntuk pembuktian keimanan dan perbuatan.
2.    Selama seorang muslim menyakini dua kalimat syahadat, apabila ia berbuat dosa besar maka tidak tergolong kafir dan hukuman mereka ditangguhkan diakhirat dan hanya Allah yang berhak menghukum  
2.    Aliran Jabariyah
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih.  menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariayah.

    Ajaran Aliran Jabariyah
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akherat. Surga dan nerka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak. 
5.Aliran Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
    Ajaran Aliran Mu’tazilah
1) At-Tauhid (Keesaan allah)
a) Menafikan sifat-sifat allah. 
Dalam hal ini mu’tazilah tidak mengakui adanya sifat pada allah. Apa yang dipandang orang sebagai sifat bagi mu’tazilah tidak lain adalah Dzat allah itu sendiri, dalam artian allah tidak mempunyai sifat karena yang mempunyai sifat itu adalah makhluk. Jika tuhan mempunyai sifat berarti ada dua yang qadim yaitu dzat dan sifat sedangkan allah melihat, mendengar itu dengan dzatnya bukan dengan sifatnya.
b) Al-Qur’an adalah makhluk.
Dikatakan makhluk karena al-Qur’an adalah firman dan tidak qadim dan perlu diyakini bahwa segala sesuatu selain allah itu adalah makhluk. 
c) Allah tidak dapat dilihat dengan mata.
Karena allah adalah dzat yang ghaib, dan tidak mungkin dapat dilihat dengan mata akan tetapi kita harus meyakininya dengan keyakinan yang pasti.
d) Berbeda dengan makhluknya (Mukhalafatuhu lilhawadist)
2) Al-‘Adl (keadilan tuhan)
Prinsip ini mengajarkan bahwa, allah tidak menghendaki keburukan bagi hambanya, manusia sendirilah yang menghendaki keburukan itu. Karena pada dasarnya manusia diciptakan dalam kedaan fitrah (Suci). Hanya dengan kemampuan yang diberikan tuhanlah, manusia dapat melakukan yang baik. Karena itu, jika ia melakukan kejahatan, berarti manusia itu sendirilah yang menghendaki hal tersebut. Dari prinsip inilah, timbul ajaran mu’tazilah yang dikenal dengan nama Al-Shalah Wa Al-Ashlah, artinya allah hany menghendaki sesuatu yang baik, bahkan sesuatu terbaik untuk kemaslahatan manusia.
3) Al-Wa’d Wa-Al-Wai’d (Janji baik dan ancaman)
Dalam hal ini allah menjanjikan akan memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan akan menyiksa kepada orang yang berbuat jahat. Janji ini pasti dipenuhi oleh tuhan karena allah tidak akan ingkar terhadap janjinya. Dalam prinsip ini mu’tazilah menolak adanya syafa’at atau pertolonagn dihari kiamat. Sebab syafaat bertentangan dengan janji tuhan.
4) Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (Posisi diantara dua posisi)
Menurut ajaran ini, seorang muslim yang melakukan dosa besar dan tidak sempat bertaubat kepada allah SWT maka ia tidaklah mukmin dan tidak pula kafr. Ia berada diantara keduanya. Dikatakan tidak mukmin karena ia melakukan dosa besar dan dikatakan tidak kafir karena ia masi percaya kepada allah dan berpegang teguh pada dua kalimat syahadat. Dengan demikian Washil bin atha’ menyebutnya sebagai orang fasiq. 
5) Amar Makruf dan Nahi munkar.
Prinsip ini menitik beratkan kepada permasalahan hukum fiqh, bahwa amar makruf dan nahi munkar harus ditegakkan dan wajib dilaksanakan. Kaum mu’tazilah sangat gigih melaksanakan prinsip ini, bahkan pernah melakukan kekerasan demi amar makruf dan nahi munkar.

6. Aliran Ahlusunnah Wal Jamaah
Bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah suatu golongan yang telah Rasulullah SAW janjikan akan selamat di antara golongan-golongan yang ada. Landasan mereka bertumpu pada ittiba'us sunnah (mengikuti as-Sunnah) dan menuruti apa yang dibawa oleh nabi baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, petunjuk, tingkah laku, akhlak dan selalu menyertai jama'ah kaum Muslimin.
Inilah pengertian yang lebih khusus  dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Maka tidak termasuk dalam makna ini semua golongan ahli bid'ah dan orang-orang yang mendikuti keinginan nafsunya, seperti  Khawarij, Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah, Murji'ah, Rafidhah (Syiah) dan lain-lainnya dari ahli bid'ah yang meniru jalan mereka.
    Prinsip- Prinsip Ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah
1.    Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.
2.    Bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kema’shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran
3.    mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya.Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka.
4.    Wajibnya ta’at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema’skshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta’atinya namun tetap wajib ta’at dalam kebenaran lainny
5.    Haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur.Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya ta’at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma’shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas.
6.    Bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu ‘anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka,
7.    Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu
8.    Konsep karomah
9.    selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin


BAB III
PENUTUP



A.    Kesimpulan

Secara umum akibat dari peristiwa Tahkim munculah bebrapa aliran dalam islam diantara yaitu aliran Syi’a, Kawarij, Murjiah, JAbariyah, Qodariyyah, Mu’tazilah, dan Ahlussunah waljamah kemudian memiliki pemahaman masing masing untuk dijadikan pijakan. Jadi setiap aliran mengangap bahwa merekalah yang paling benar.

B.    Saran 

Kita sebagai warga Nahdlatul Ulama yang mengikuti Paham Ahlussunnah Wal jamah Setiadaknya mengerti Sejarah dan terutama ajaran- Ajarannya agar tidak terombang ambing dengan serangan doktrinasi ajaran lain. Dan makalah ini setidaknya sebagai bahan referensi para murid untuk mengetahui ajaran-ajran aliran tersebut yang baik dan yang menyimpang 

C.    Penutup 

Demikian Makalah ini kami buat, kita menyadari bahwa masih banyak kekurangan didalam makalah ini, untuk itu kritik dan saran dari pembaca akan menyempurnakan karya kami ini.






DAFTAR PUSTAKA

Nasution Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan (Cet. Ke-5; Jakarta : UI Press, 1986)
Team guru bina PAI Madrasah Aliyah, Hikma: Membina Kreatifitas dan Prestasi, (Sragen: Akik Pusaka,) 

Nasution Harun, Islan ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1(cet. Ke-V; Jakarta : UI Press, 1985)
Hanafi A., Pengantar Theologi Islam ( Cet. Ke- 2 ; Jakarta : Pustaka al-Husna, 1980 ) 
As – Syahrastani, al- Milal wa al- Nihal, Jilid I ( Cet. Ke- 2; al-Misriyah : Maktabah El-Englo, 1956 )
An-nazar Amir, Al-Khawarij: Aqidatan wafikratan wa falsafatan ter, afif Muhammad dkk,Lentera.Cet,1.Bandung 1993. 
Abudin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
 Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008)
Anwar Rosihan, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006)

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter