Nama
Allah Azza wa Jalla ini disebutkan
dalam sebuah hadits yang shahîh, dari ‘Abdullâh bin Mas'ûd Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ
يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قاَلَ: إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ
يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Tidak
akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu.
Ada seorang yang bertanya, “Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang
indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullâh
bersabda: "Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan,
kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.[1]
MAKNA
AL-JAMIL SECARA BAHASA
Ibnu
Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa
asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah indah/bagus.[2]
Adapun al-Fairûz Abâdi rahimahullah,
beliau menjelaskan bahwa asal kata nama ini mengandung pengertian keindahan
dalam tingkah laku dan rupa.[3]
Sementara itu, pakar bahasa yang lain yang bernama Ibnul Atsîr rahimahullah lebih lanjut menjelaskan
bahwa al-Jamîl berarti Yang Maha Indah perbuatan-perbuatan-Nya dan
sempurna sifat-sifat-Nya.[4]
PENJABARAN
MAKNA NAMA ALLAH AL-JAMIL
Nama
Allah Azza wa Jalla al-Jamîl ini
menunjukkan kesempurnaan keindahan Allah Azza
wa Jalla pada semua nama, sifat, dzat dan perbuatan-Nya.[5]
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan
makna hadits di atas dengan mengatakan, “Semua urusan Allah Azza wa Jalla itu indah dan baik, dan
Dia Azza wa Jalla memiliki nama-nama
yang Maha Indah serta sifat-sifat yang Maha Bagus dan Sempurna”.[6]
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan
hal ini secara lebih terperinci pada keterangan berikut, “Keindahan Allah Azza wa Jalla ada empat tingkatan; Pertama:
keindahan dzat, kedua: keindahan sifat, ketiga: keindahan
perbuatan dan keempat: keindahan nama. Atas dasar itu, semua nama Allah Azza wa Jalla Maha Indah, seluruh
sifat-Nya Maha Sempurna, dan semua perbuatan-Nya mengandung hikmah,
kemaslahatan (kebaikan) dan keadilan serta rahmat (kasih-sayang). Adapun
keindahan dzat dan apa yang ada padanya, maka ini adalah perkara yang tidak
bisa dicapai dan diketahui oleh selain Allah Azza wa Jalla. Semua makhluk tidak memiliki pengetahuan tentang itu
kecuali (sedikit) pengetahuan yang dengan itulah Dia Azza wa Jalla memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba yang
dimuliakan-Nya. Sesungguhnya keindahan-Nya itu terjaga dari (segala bentuk)
perubahan, terlindungi dengan tabir selendang dan sarung (kemuliaan),
sebagaimana hadits Rasulullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Allah Azza wa
Jalla (hadits qudsi): "Kebesaran itu adalah selendang-Ku dan keagungan
itu adalah sarung-Ku…".[7]
Maka bagaimana anggapanmu terhadap keindahan yang dibalut dengan sifat-sifat
kesempurnaan, keagungan dan kemuliaan?
Dari
makna inilah kita dapat memahami sebagian dari arti keindahan dzat-Nya, karena
seorang hamba akan terus meningkat pengetahuannya tentang Allah Azza wa Jalla, mulai dari mengenal
perbuatan-perbuatan-Nya meningkat menjadi mengenal sifat-sifat-Nya, dan dari
mengenal sifat-sifat-Nya meningkat menjadi mengenal dzat-Nya. Jika dia
menyaksikan sesuatu (yang merupakan pengaruh baik) dari keindahan
perbuatan-Nya, dia akan menjadikannya sebagai (argumentasi) yang menunjukkan
keindahan sifat-Nya, kemudian keindahan sifat ini dijadikannya sebagai
(landasan) yang menunjukkan keindahan dzat-Nya.
Dari
sini, jelaslah bagi kita bahwa segala pujian hanya milik Allah Azza wa Jalla. Tidak ada seorang
makhluk-pun yang mampu membatasi/menghitung sanjungan bagi-Nya. Dia Azza wa Jalla adalah seperti pujian yang
ditujukan-Nya untuk diri-Nya sendiri. Dialah yang berhak diibadahi, dicintai
dan disyukuri karena dzat-Nya, dan Dia mencintai, memuji dan menyanjung
diri-Nya sendiri. Sesungguhnya kecintaan, pujian, sanjungan dan pengesaan-Nya
terhadap diri-Nya sendiri, pada hakikatnya merupakan pujian, sanjungan, cinta
dan tauhid (yang sebenarnya). Maka Allah Azza
wa Jalla adalah seperti pujian yang ditujukan untuk diri-Nya sendiri dan di
atas pujian yang ditujukan para makhluk kepada-Nya; dan Dia Azza wa Jalla dicintai dzat, sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan-Nya. Semua perbuatan-Nya indah dan dicintai, meskipun
di antara obyek perbuatan-Nya ada yang dibenci dan tidak disukai-Nya. Namun,
tidak ada pada perbuatan-Nya sesuatu yang dibenci dan dimurkai. Tidak ada satu
pun di alam ini yang dicintai, dipuji karena dzatnya kecuali Allah Azza wa Jalla. Semua yang dicintai
selain Allah Azza wa Jalla, jika
kecintaan tersebut mengikuti kecintaan kepada-Nya Azza wa Jalla, yaitu mencintainya karena Allah Azza wa Jalla, maka kecintaan ini adalah kecintaan yang benar.
Adapun selain itu adalah kecintaan yang batil (salah).
Inilah
hakikat ilâhiyyah (penghambaan diri kepada-Nya). Karena itu, dzat yang
diibadahi dengan sebenarnya, dialah yang dicintai dan dipuji dzat-Nya. Terlebih
lagi, jika semua itu dihubungkan dengan (mengingat dan menyakini) kebaikan,
limpahan nikmat, kelembutan, pengampunan, pemaafan, anugerah dan rahmat-Nya.
Untuk
itu, hendaknya seorang hamba meyakini bahwa tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Allah Azza wa Jalla, kemudian
mencintai dan memuji-Nya karena dzat dan kesempurnaan-Nya. Selanjutnya,
hendaknya dia meyakini bahwa pada hakekatnya tidak ada yang memberikan kebaikan
berupa berbagai macam kenikmatan, yang lahir maupun dan batin, kecuali Allah Azza wa Jalla. Karena itu, dia
mencintai-Nya dan serta memuji-Nya atas semua itu. Dengan itu, dia mencintai
Allah Azza wa Jalla dari kedua segi
itu secara bersamaan.
Sebagaimana
tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah Azza
wa Jalla, maka kecintaan kepada-Nya tidak seperti kecintaan kepada
selain-Nya. Kecintaan yang disertai ketundukan itulah (hakekat) penghambaan
diri kepada-Nya, yang merupakan tujuan penciptaan makhluk-Nya. Karena ubûdiyyah
(penghambaan diri) merupakan bentuk kecintaan yang utuh, disertai ketundukan
yang sempurna, yang tidak pantas ditujukan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla. Sehingga, menyekutukan
Allah Azza wa Jalla termasuk
perbuatan syirik yang tidak diampuni oleh Allah Azza wa Jalla dan tidak diterima amal perbuatan pelakunya".[8]
Di
tempat lain, beliau rahimahullah berkata, "Kecintaan itu memiliki
dua sebab yang membangkitkannya, yaitu keindahan dan pengagungan, dan Allah Azza wa Jalla memiliki kesempurnaan yang
mutlak pada semua itu karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan, bahkan
semua keindahan adalah milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya,
sehingga tidak ada sesuatu pun yang berhak untuk dicintai dari semua segi
karena dzatnya kecuali Allah Azza wa
Jalla".[9]
PENGARUH
POSITIF DAN MANFAAT
MENGIMANI NAMA ALLAH AL-JAMIL
MENGIMANI NAMA ALLAH AL-JAMIL
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah memaparkan,
"Di antara bentuk pengetahuan yang paling mulia adalah mengenal sifat
Allah Azza wa Jalla al-jamâl (Maha
Indah). Ini adalah pengetahuan istimewa yang dimiliki hamba-hamba Allah Azza wa Jalla. Semua dapat manusia
mengenal-Nya dengan satu sifat dari semua sifat-Nya, akan tetapi yang paling
sempurna pengetahuannya (tentang Allah Azza
wa Jalla) adalah yang mengenal-Nya dengan sifat kesempurnaan, keagungan dan
keindahan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam semua
sifat-Nya. Seandainya semua makhluk memiliki rupa yang paling indah, kemudian
keindahan mereka lahir dan batin itu dibandingkan dengan keindahan Allah Azza wa Jalla, maka sungguh
(perbandingannya) lebih rendah daripada perbandingan pelita yang redup
cahayanya dengan (terangnya cahaya) lingkaran matahari. Cukuplah (yang
menunjukkan kesempurnaan) keindahan-Nya bahwa semua keindahan lahir dan batin
di dunia dan akhirat adalah termasuk jejak-jejak penciptaan-Nya, maka bagaimana
pula dengan dzat yang bersumber dari-Nya (semua) keindahan ini?".[10]
Kemudian,
pengaruh positif mengimani nama Allah Azza
wa Jalla yang Maha Agung ini sebenarnya dapat kita ambil melalui penjelasan
makna hadits di atas.
Sabda
Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan” mengandung dua unsur
landasan Islam yang agung, yaitu pengetahuan tentang sifat Allah Azza wa Jalla dan pengamalan konsekuensi
sifat tersebut. Yang pertama, kita mengenal Allah Azza wa Jalla dengan sifat Maha Indah yang tidak diserupai oleh
satu makhluk-pun, kemudian yang kedua kita beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan sifat indah yang
dicintai-Nya, dalam ucapan, perbuatan dan akhlak.
Allah
Azza wa Jalla mencintai seorang hamba
yang menghiasi ucapannya dengan kejujuran, menghiasi hatinya dengan keikhlasan,
kecintaan, selalu kembali dan bertawakkal kepada-Nya, menghiasi anggota
badannya dengan ketaatan kepada-Nya, dan menghiasi tubuhnya dengan
memperlihatkan nikmat yang dianugerahkan-Nya kepadanya, seperti dalam
berpakaian, membersihkan tubuh dari najis dan kotoran, memotong kuku, dan
sebagainya. Jadi, hamba yang dicintai Allah Azza
wa Jalla adalah hamba yang mengenal Allah Azza wa Jalla dengan sifat-Nya yang Maha Indah, selanjutnya
beribadah kepada-Nya dengan keindahan yang ada pada agama dan syariat-Nya.
Pengertian
hadits di atas, selain keindahan pada pakaian dan alas kaki yang ditanyakan
oleh Sahabat di atas, secara umum juga menyangkut keindahan pada segala
sesuatu. Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُحِبُ
أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلىَ عَبْدِهِ
Sesungguhnya
Allah suka melihat (tampaknya) bekas nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada
hamba-Nya.[11]
Allah
Azza wa Jalla suka melihat
terlihatnya bekas nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya, karena ini
termasuk keindahan yang dicintai-Nya, dan ini juga termasuk bentuk syukur
kepada-Nya. Bersyukur adalah bentuk keindahan batin. Karena itu, Allah Azza wa Jalla suka melihat keindahan
lahir yang berupa tampaknya bekas nikmat-Nya pada diri hamba-Nya.
Oleh
karena itulah, Allah Azza wa Jalla
menurunkan pakaian dan perhiasan kepada para hamba-Nya untuk memperindah
penampilan lahir mereka, dan Dia Azza wa
Jalla memerintahkan mereka agar bertakwa, karena ini akan memperindah batin
mereka. Allah Azza wa Jalla
berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ
أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi 'auratmu
dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. (QS.
al-A'râf/7:26)
Allah
Azza wa Jalla juga berfirman tentang
keadaan penduduk surga yang Allah Azza wa
Jalla anugerahi keindahan lahiriyah dan batiniyah:
وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً
وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا
Dan
Dia menganugerahkan kepada mereka kecerahan (wajah) dan kegembiraan (hati). Dan
Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan
(pakaian) sutera (QS. al-Insân/76:11-12)
Allah
Azza wa Jalla menghiasi wajah mereka
dengan kecerahan, menghiasi batin mereka dengan kegembiraan, dan menghiasi
tubuh mereka dengan pakaian sutera.[12]
PENUTUP
Kami
akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah Azza wa Jalla dengan nama-nama-Nya yang Maha Indah dan sifat-sifat-Nya
yang maha sempurna, agar berkenan menganugerahkan kepada kita semua keindahan
lahir dan batin, di dunia dan akhirat kelak, serta memudahkan kita untuk
memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dengan baik dan benar. Sesungguhnya Dia
Maha Indah dan Maha Mengabulkan doa.[]
[1] HR. Muslim (no. 91)
[2] Mu'jamu Maqâyîsil Lughah (1/427)
[3] Al-Qâmûsul Muhîth (hlm. 1266)
[4] An-Nihâyah fi Gharîbil Hadîts wal Atsâr (1/812)
[5] Lihat Fiqhul Asmâ-il Husnâ (hlm. 291)
[6] Syarh Shahîh Muslim (2/90)
[7] HR Abu Dâwud (no. 4090) dan Ibnu Mâjah (no. 4174), dinyatakan
shahih oleh Syaikh al-Albâni.
[8] Al-Fawâid hlm. 182-183
[9] Al-Jawâbul Kâfi hlm. 164
[10] Al-Fawâid hlm. 181-182
[11] HR at-Tirmidzi no. 2819 dan al-Hâkim no. 7188, dinyatakan shahîh
oleh al-Hâkim dan disepakati adz-Dzahabi, juga dinyatakan hasan oleh
at-Tirmidzi dan al-Albâni.
[12] Lihat Fiqhul Asmâ-il Husnâ hlm. 293-294.
Post a Comment
Post a Comment